Minggu, 23 Januari 2011

Ciu Minuman khas solo

( Jangan meminumnya "minuman ber alkohol tinggi")


Sebuah minuman tradisional khas Solo juga yang meskipun belum difatwa haram untuk dikonsumsi oleh MUI Pusat (setahuku), tapi sudah menjadi sebuah kesepakatan umat Islam Solo tentang keharamannya jika diminum.
Orang Solo sering menyebut minuman tradisional itu dengan sebutan Ciu. Karena “pabrik-pabrik” nya banyak ditemui di kawasan Bekonang – Sukoharjo (sebuah daerah kawasan pinggiran Solo) tak sedikit yang menyebutnya dengan sebutan Ciu Bekonang.
Minuman ciu ini dianggap dan disepakati keharamannya karena mengandung alkohol yang tidak sedikit. Sebuah referensi sumber dari kepolisian RI yang kuperoleh menyebutkan bahwa Ciu mengandung kadar alkohol cukup tinggi yaitu sekitar 30-40%. Busyet dah,, Tak salah jika minuman ini sangat efektif untuk membuat orang yang meminumnya mabuk, dan ngomyang (ngigau) jika pada kondisi “tinggi”.
Gimana caranya bikin Ciu, sejujurnya aku tidak mengetahuinya. Namun, setelah kucoba googling kesana kemari, kuperoleh sedikit referensi singkat tentang proses membuat minuman Ciu ini. Simpel-nya, cairan berisi campuran gula kelapa, tape singkong, dan laru dilarutkan dan dicampur ke dalam sebuah panci yang dibakar di atas perapian. Setelah itu, panci ditutup. Kemudian tutup panci tersebut dihubungkan dengan pipa bambu, lantas disalurkan melewati air dingin. Selanjutnya di ujung pipa ditempatkan gelas kaca besar berukuran 2-3 liter untuk menampung air hasil sulingannya. Demikian sedikit referensi tentang proses pembuatan minuman Ciu.
Jika ingin melihat reaksi ngomyang para peminum Ciu ini silakan kawan-kawan datang ke Jalan Ciu Bekonang. Di warung-warung sekitarnya, ciu dihidangkan dengan berbagai rasa, tergantung campurannya . Misalnya ada istilah cisprite, campuran dengan minuman ringan Sprite, dengan perbandingan 1:1. Selain itu, ada pula cikola (campuran ciu dan Coca-cola), ciut (ciu dengan Nutrisari), cias (ciu dengan wedang asam), ciu tiga dimensi (campuran ciu dengan bir dan Kratingdaeng), dan ciu empat dimensi (ciu, bir, Kratingdaeng, dan Sprite), serta kidungan (ciu dengan campuran air rendaman tanduk kijang), cinta (ciu fanta) Jenis terakhir ciu campuran itu diyakini sebagai obat kuat. . Rasakan sensasinya bersama “malaikat-malaikat”.
Minuman asal Bekonang Solo ini rupa-rupanya dijual cukup murah. Bermodal Rp. 5.000,- perak saja, anda sudah bisa menikmati flying on the sky dengan menegak 1 liter ciu sambil ngomyang. Karena murahnya harga banyu gendeng (minuman yang bisa bikin gila) ini, ciu sering diasosiasikan sebagai sebuah perlawanan dari rakyat jelata terhadap serangan gaya hidup global melalui masuknya minuman-minuman “modern” ala Coca Cola atau Sprite dan Fanta. Lebih dari itu, minuman ini juga menjadi semacam pelarian mudah dan murah bagi kalangan kaum “rendahan” untuk menikmati flying dan mendem (mabuk) di kala malam yang dingin. Bila dibandingkan dengan minuman keras beralkohol produk-produk luar negeri yang harganya relatif mahal, maka ciu telah menjadi solusi.
Kendatipun disebut dan dikonotasikan sebagai minuman para preman dan pekerja-pekerja kelas rendahan, pada akar sejarahnya minuman ciu ini sebenarnya justru berasal dari sebuah budaya menyimpang Kraton yang dipengaruhi oleh bujukan para penjajah Belanda. 


Sejarah Ciu
Dalam sebuah referensi disebutkan bahwa sejarah Ciu dimulai pada abad ke-17, di jaman pertengahan kerajaan mulai mengembangkan berbagai budidaya seperti gula tebu dan beras. Dari dua komoditi itu kemudian dibuatlah anggur yang terbuat dari beras yang difermentasi, tetes tebu dan kelapa. Minuman ini diproduksi sejak akhir abad ke-17 sampai abad ke-19 dan merupakan minuman populer di Eropa, terutama Swedia. Minuman ini juga umum. 

NB:( Ini sekedar pengetahuan saja bukan untuk di contoh atau melakukan uji coba meminumnya, karena bisa menyebabkan mabuk bahkan kematian bila di konsumsi terlalu banyak)

Tidak ada komentar: